Wednesday, August 15, 2007

Mati Listrik: Alokasi risiko dalam sistem interdependen

Satu masalah yang saya harus hadapi selama tiga bulan tinggal di Indonesia adalah seringnya listrik mati.

Selama tinggal di New York, mati listrik bukanlah masalah yang saya pikirkan atau antisipasi. Meskipun bukan berarti listrik di New York tidak pernah mati; ingat Blackout 2003 (:wikipedia), ketika listrik mati selama 24 jam untuk sebagian besar pantai timur Amerika.

Dari yang saya baca koran, PLN merasa tidak memiliki kontrol dan tanggung jawab ketika listrik mati karena penyebabnya adalah tidak berfungsinya sebuah generator listrik yang bukan milik PLN melainkan milik swasta.

Sedangkan di Amerika, solusi yang banyak ditawarkan untuk mencegah terjadinya mati listrik secara massal adalah penambahan daya listrik.

Sikap PLN yang menolak bertanggung jawab dan solusi penambahan daya listrik seperti di Amerika adalah contoh kesalahan manajemen risiko dalam sistem yang saling berhubungan satu sama lain.

Dalam sistem yang interdependen, sebuah kesahalan atau risiko dapat menyebar secara cepat.

Akibatnya, perusahaan atau pihak yang menjadi sumber kesalahan cenderung berpikir seperti ini: Jika kesalahan yang saya buat menimpa orang banyak maka itu bukan menjadi masalah saya saja. Tapi juga menjadi tanggungan orang lain (pemerintah, misalnya). Maka saya tak perlu menghabiskan biaya dan waktu untuk mencegah terjadinya kesalahan.

Dengan kata lain, ketika risiko publik lebih besar daripada risiko pribadi, kecil insentif untuk mencegah kesalahan tersebut.

Ada dua solusi untuk mencegah ini terjadi:

Pertama adalah solusi berdasar mekanisme market: Setiap pihak yang melakukan kesalahan harus menanggung segala biaya perbaikan dimanapun terjadi kerusakan.

Artinya dalam kasus mati listrik: pembangkit listrik yang menyebabkan penyebaran pemadaman harus bertanggung jawab sepenuhnya. Meskipun listrik yang mati mencapai daerah diluar operasinya. Ini membuat insentif yang jelas bagi setiap pembangkit listrik untuk berusaha semaksimal mungkin mencegah terjadinya kesalahan.

Jika PLN memegang monopoli di Indonesia maka PLN harus bertanggung jawab. PLN bisa lepas tanggung jawab jika ada mekanisme pasar dalam penyediaan jasa listrik.

Cara kedua adalah dengan regulasi pemerintah: mengeluarkan standar keamanan yang dimonitor secara ketat dan hukuman berat bagi pelanggar.

Bisa pendekatan market atau regulasi yang dipakai, silahkan pilih salah satu.

Yang jelas sistem untuk pembagian risiko ini harus jelas dulu sebelum mengambil langkah lain seperti membangun pembangkit listrik baru.

1 comment:

Anonymous said...

Kalau di Indonesia tahu sama tahu, tahu dapat murah, harus tahu juga resikonya. Ya tahu sama tahu lah :)

Indonesia kan belum jadi negara Industri orang2 banyak yg berpikiran paling listrik dipakai buat nonton Sinetron sama Infotainment saja kok.

Ayam dulu atau telur dulu?
Jadi infrastruktur dulu atau industrialisasi dulu?