Monday, August 20, 2007

Autisme dan Jejaring Sosial

Di posting sebelumnya saya menyebutkan bahwa penyebaran autisme juga dapat dijelaskan melalui jejaring sosial.

Bagaimana percisnya?

Di Amerika, dan juga di Indonesia, jumlah kasus autisme meningkat tajam. Tapi apa penyebab peningkatan ini masih belum jelas.

Ada dua teori yang menjelaskan peningkatan kasus autisme. Pertama adalah autisme meningkat karena kemampuan mendiagnosis autisme yang meningkat. Dengan kata lain, mungkin saja jumlah penderita autisme sebetulnya cenderung tetap, tetapi karena kita sekarang mampu mendeteksi dengan lebih baik. Maka kasus yang sebelumnya tidak terdeteksi menjadi terdeteksi sehingga dalam pencatatan kasus autisme meningkat.

Kemungkinan kedua adalah memang jumlah penyakit autisme ini bertambah.

Dari penelitian yang sedang berlangsung di Columbia, kemungkinan besar meningkatnya kasus autisme ini disebabkan oleh diagnosis yang lebih sensitif.

Jadi epidemik autisme dapat terjadi dengan mekanisme berikut:

Ketika seorang anak didiagnosis memiliki autisme, orang tua dari teman anak tersebut cenderung ingin tahu apakah anak mereka juga mengidap autisme. Jadi permintaan untuk diagnosis autisme meningkat; yang lalu menyebabkan dokter dan sekolah menjadi lebih sensitif terhadap autisme sehingga lebih besar kemungkinan mendeteksi autisme. Selanjutnya autisme akan terus menjadi lebih terlihat secara publik yang akhirnya lebih meningkatkan permintaan untuk diagnosis autisme.

Jadi orang berlomba-lomba melakukan diagnosis yang menyebabkan lebih banyak lagi orang yang ingin melakukan diagnosis.

Ini bukan berarti autisme hanyalah histeria sosial. Autisme adalah penyakit nyata (saya memiliki seorang keponakan yang autis). Akan tetapi, epidemik autisme lebih mungkin disebabkan oleh faktor jejaring sosial daripada penyakit itu sendiri.

No comments: